Minggu, 08 Agustus 2010

Nilai Dasar Perjuangan (NDP) Sebagai Identitas Kader

Nilai Dasar Perjuangan (NDP) merupakan nilai dasar yang dipakai sebagai alat melakukan perananan HMI sebagai organisasi perjuangan, didalamnya terdapat 103 buah ayat Al-Quran dan 30 Hadist. Dalam prakteknya NDP dapat dijadikan juga sebagai seperangkat ideologii HMI yang meliputi filsafat social, lahirnya teori-teori social dan dapat dilakukan sebagai sarana melakukan perubahan social. Memang HMI pernah menggunakan azas pancasila dan azas Islam, tetapi substansinya tetap berorientasi pada visi keislaman dan kebangsaan secara pluralistic. HMI harus pandai-pandai melakukan berbagai strategi politik agar tidak tergilas oleh dunia politik. Artinya pandangan ideology HMI tetap bersandar pada konteks keindonesiaan.
Secara sosiologis, NDP dirumuskan dalam kancah pertarungan ideologi-ideologi besar yag ada pada saat itu. Nasionalisme Bung Karno, Komunisme PKI, dan Sosialisme PSI adalah ideologi-ideologi yang secara umum berebut pengaruh. Di samping itu yang juga mendorong perumusan NDP adalah perlawatan Nurcholish Madjid ke Amerika (Oktober 1968) atas beasiswa sebagai pemimpin mahasiswa dari Council for Leaders and Specialist, Washington. Namun menurutnya yang banyak memberikan terhadap sikap dan gagasannya bukan itu, melainkan kunjungannya ke beberapa negara di Timur Tengah (Turki, Libanon, Syiria, Irak, Kuwait, Saudi, Sudan dan Mesir) selama empat bulan setelah lawatannya ke Amerika.
Faktor-faktor berikut dikemukakan Cak Nur sebagai hal yang menginspirasikan perumusan NDP: pertama, tidak adanya bacaan yang komprehensif dan sistematis tentang ideologi Islam. Kedua, kecemburuan terhadap anak-anak muda komunis yang oleh partainya disediakan buku pedoman kecil berjudul Pustaka Kecil Marxis (PKM). Ketiga, ketertarikan terhadap buku kecil yang ditulis oleh Willy Eihleir, Fundamental Values and Basic Demand of Democratic Socialis. Tulisan ini merupakan upaya reformasi ideologis bagi partai sosialis demokrat Jerman di Jerman Barat.
Karena itu jelas bahwa dari latar belakang perumusannya Nurcholish Madjid ingin menempatkan NDP sebagai idelogi bagi HMI, yang diharapkan dapat menandingi ideologi-ideologi lain yang berkembang pada saat itu.
Melalui kongres HMI ke 9 di Malang pertengahan tahun 1969 Nurcholish Madjid, Endang SA dan Sakib Mahmud merumuskan NDP itu, NDP merupakan perumusan tentang ajaran-ajaran pokok Islam yaitu nilai-nilai dasarnya, sebagaimana tercantum dalam Al-Quran dan sunnah. Mulanya dinamakan Nilai Dasar Islam, tetapi dengan mempertimbangkan kapasitas mahasiswa, maka dinamakan NDP saja. Secara sederhana kalau disimpulkan bahwa inti NDP itu adalah beriman, berilmu dan beramal, walaupun terdiri dari beberapa bagaian yaitu dasar-dasar kepercayaan, kemanusian, kemerdekaan manusia, ikhtiar dan takdir, ketuahanan yang maha esa dan perikemanusiaan, lalu individu yang bermasyarakat, keadilan social, keadilan social, keadilan ekonomi dan kemanusian serta ilmu pengetahuan. NDP mengalami perubahan nama dari NDP ke Nilai Identitas Kader (NIK), disebabkan oleh perubahan azas HMI dari Islam kepada Pancasila. Perubahan ini menandai penguatan peranan HMI dalam kehidupan kebangsaan Indonesia, terlepas dari segala kontroversi. Seperti yang diprediksi sebelumnya bahwa NDP atau NIK itu dapat bertahan lebih dari satu generasi yaitu sekitar 30 tahunan.
Posisi NDP sebagai ideology politik HMI semakin tidak relevan dengan dinamika dan dinamika dan kebetuhan jamannya. HMI memandang NDP itu sebagai filsafat gerakan yang terinspirasi dari lawatan Nurcholish Madjid ke Amerika Serikat (1968) yang dipandang Ahmad Wahid sebagai perjalanan yang mengubah pandangan Tokoh pembaharu dan mantan kader HMI itu, yang terpenting bahwa NDP memiliki keberpihakan yang tegas yaitu berpihak pada kaum tertindas, menegakkan keadilan dan kemaslahatan umat.
NDP merupakan landasan penting bagi kader HMI untuk menjadi visioner dan radikal, Karena didalamnya terdapat konstruksi nilai-nilai termasuk visi terhadap dimensi kebenaran dan keadilan yang dapat diperjuangkan melalui jalur kekuasaan. Kekuasaan yang tidak otoriter, adil, menghargai kebebasan berpikir dan demokratis.
Di dalam HMI, tradisi menghargai perbedaan pendapat, kemerdekaan berpikir, interaksi sosial dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, merupakan nilai-nilai identitas kader (NIK) atau belakangan disebut nilai dasar perjuangan (NDP). Inti NDP HMI yaitu menegaskan nilai-nilai ketauhidan, keimanan (keyakinan), dan penghargaan nilai-nilai kemanusiaan (nilai-nilai universal keadilan, persamaan dan kesederajatan) sebagai individu dan social, merupakan jati diri HMI.
Secara garis besar, ada tujuh persoalan yang dibahas dalam NDP. 1) Dasar-dasar Kepercayaan; 2) Pengertian-pengertian Dasar tentang Kemanusiaan; 3) Kemerdekaan Manusia (ikhtiar) dan Keharusan Universal (Takdir); 4) Ketuhanan Yang Maha Esa dan Perikemanusiaan; 5) Individu dan Masyarakat; 6) Keadilan Sosial dan Ekonomi; 7) Kemanusiaan dan Ilmu Pengetahuan. Ketujuh persoalan itu secara sederhana dapat diintisarikan dalam tiga kata: iman, ilmu, amal.
Iman, adalah bentuk kepercayaan yang paling mendasar dalam diri manusia. Hidup yang benar dimulai dengan iman yang benar. Iman yang benar adalah percaya kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa, disertai takwa, yaitu keinginan mendekat serta kecintaan kepadaNya. Manusia berhubungan dengan Tuhan dalam bentuk penghambaan atau penyerahan diri (islam), berupa ibadah (pengabdian formil/ritual). Ibadah mendidik individu agar tetap ingat kepada Tuhan dan berpegang teguh pada kebenaran sebagaimana dikehendaki oleh hati nurani yang hanif. Dengan ibadat, manusia dididik untuk memiliki kemerdekaannya, kemanusiaannya, dan dirinya sendiri; sebab ia telah berbuat ikhlas, yaitu memurnikan pengabdian hanya kepada kebenaran (Tuhan) semata-mata. Inilah yang disebut tauhid. Lawannya adalah syirik, yaitu memperhambakan diri kepada sesuatu selain Tuhan. Syirik merupakan kejahatan terbesar bagi kemanusiaan karena sifatnya yang meniadakan kemerdekaan asasi.
Tuhan adalah mutlak. Kebenaran Tuhan dengan demikian bersifat mutlak. Yang selain Tuhan (baca: manusia) adalah relatif. Namun sudah merupakan tugas sejarah bagi yang relatif ini untuk terus-menerus berupaya mencapai Yang Mutlak, karena dari sanalah manusia berasal dan kepada-Nyalah manusia kembali. Kembali kepadaNya berarti menuju kepada Kebenaran. Namun Kebenaran yang sifatnya mutlak tidak mungkin dicapai oleh manusia. Manusia hanya dapat mencapai kebenaran-(kebenaran) yang relatif. Untuk itu manusia memerlukan ilmu, yang merupakan alat manusia untuk mencari dan menemukan kebenaran-kebenaran itu. Sekalipun relatif, kebenaran-kebenaran itu merupakan tonggak sejarah yang mesti dilalui manusia dalam perjalanan menuju Kebenaran Mutlak.
Ilmu adalah pengertian yang dipunyai oleh manusia secara benar tentang alam dan dirinya sendiri. Hubungan manusia dengan alam bersifat penguasaan dan pengarahan. Alam tersedia bagi manusia untuk kepentingan pertumbuhan kemanusiaan. Penguasaan dan pengarahan itu tidak mungkin dilaksanakan tanpa pengetahuan tentang hukum-hukumNya yang tetap (sunnatullah). Pengetahuan itu dapat dicapai dengan mendayagunakan intelektualitas rasionalitas secara maksimal.
Manusia adalah makluk sosial, hidup di antara dan bersama manusia-manusia lain dalam hubungan tertentu. Oleh karena itu manusia tidak mungkin dapat memenuhi kemanusiaannya dengan baik tanpa berada di tengah sesamanya. Iman dan ilmu saja tidaklah berarti apa-apa jika tidak diterapkan dalam bentuk kerja nyata bagi kemanusiaan. Inilah yang disebut amal. Kerja kemanusiaan atau amal saleh mengambil bentuknya yang utama dalam usaha yang sungguh-sungguh secara esensial menyangkut kepentingan manusia secara keseluruhan, yaitu menegakkan keadilan dalam masyarakat sehingga setiap orang memperoleh harga diri dan martabat sebagai manusia. Usaha ini disebut amar ma’ruf. Lawannya disebut nahi munkar, yaitu mencegah segala bentuk kejahatan dan kemerosotan nilai-nilai kemanusiaan. Dalam bentuk yang lebih konkrit, usaha ini diwujudkan misalnya melalui pembelaan terhadap kaum lemah dan tertindas, serta usaha ke arah peningkatan nasib dan taraf hidup mereka yang wajar dan layak sebagai manusia.
Dengan integrasi iman, ilmu, dan amal itulah manusia akan mampu memenuhi kodratnya, yaitu sebagai hamba di hadapan Tuhan dan sebagai khalifah di hadapan alam. Cita-cita ideal HMI kiranya tertuang dalam NDP tersebut. menjadi manusia kreatif yang mampu berinovasi dalam kerja-kerja nyata demi mempertinggi harkat kemanusiaan (amal saleh); disertai ilmu sebagai alat untuk melakukan itu; dan tentu saja dilandasi oleh iman yang benar.

3 komentar:

  1. pertanyaan untuk kalimat terakhir sob., iman yang benar itu seperti apa sob? kita menyakini bahwa setiap orang mempunyai iman yang berbeda-beda

    BalasHapus
  2. Dapat Dari mana Iman yg Berbeda-beda. Iman Kita Semua Sama, Cuma yg Membedakan Adalah Tingkt Ke imanan Kita. Itu Wajar Sebagai Manusia... Iman yg Benar Adalah Ketika Dia Menyakini Sebuah Kepercayaan dengan Cara yg Benar.

    BalasHapus